“Perasaan sedih cemas panik perubahan emosi mudah marah yang
dialami ibu setelah melahirkan”. Keadaan semacam ini dalam dunia kesehatan disebut dengan
istilah Baby Blues Syndrome atau stress pasca persalinan orang umum
mengenal akan istilah ini.
Banyak juga dikalangan kita atau pun dunia kesehatan menilai
bahwasannya hormon yang menyebabkan ibu mengalami baby blues syndrome. Pada
saat kehamilan berlangsung maka ibu hamil akan banyak mengalami perubahan besar
baik fisik maupun non fisik termasuk di dalamnya perubahan hormon. Begitu juga
pasca melahirkan, perubahan tubuh dan hormon kembali terjadi lagi.
Perubahan-perubahan pada ibu hamil
dan setelah proses persalinan bisa mempengaruhi akan hal ini. Penurunan secara drastis kadar hormon
estrogen dan progesteron serta hormon lainnya yang di produksi oleh kelenjar
tiroid akan menyebabkan ibu sering mengalami rasa lelah, depresi dan penurunan
mood.
Beberapa selebriti Internasional seperti Sadie Frost, Elle
McPherson, dan Kate Winslet mengaku mengalami sindrom
baby blues. Berabad sebelumnya, kondisi serupa juga dialami para
ibu pada masa kehidupan Hippocrates, di abad ke 5 SM. Catatan medis yang
ditulis Bapak Ilmu Kedokteran ini menyebutkan secara detail tentang depresi
ringan yang dialami oleh ibu yang baru melahirkan. Depresi ringan inilah yang
belakangan lebih popular dengan istilah sindrom baby blues.
Sayangnya walau sudah dicatat dalam jurnal medis Hippocrates,
sindrom baby blues ini tak terlalu
dianggap penting. Kalaupun banyak yang mengalaminya, sering hanya dianggap
sebagai efek samping dari keletihan setelah melahirkan. Padahal data penelitian
di berbagai belahan dunia secara tegas menunjukkan 2/3 atau sekitar 50-75%
wanita mengalami sindrom baby blues.
Besarnya angka ini menurut Dr. dr. Irawati Ismail Sp.Kj, MEpid, dari Bagian
Psikiatri FKUI, menunjukkan bahwa sindrom baby blues
adalah gangguan yang sering terjadi. “Sayangnya jarang dirujuk ke ahli
kejiwaan,” katanya menekankan.
Khusus di Indonesia, kurangnya perhatian terhadap masalah sindrom baby blues ini semakin
diperparah oleh anggapan awam yang keliru. Tidak sedikit orang yang menganggap sindrom baby blues hanya dialami
orang wanita-wanita di luar Indonesia. Kemudahan menyewa jasa pengasuh anak
serta masih kentalnya tradisi membantu kerabat yang baru melahirkan, semakin
memperkuat keyakinan kalau wanita Indonesia ‘kebal’ terhadap sindrom baby blues. Padahal hasil
penelitian yang dilakukan di Jakarta oleh dr. Irawati Sp.Kj menunjukkan 25%
dari 580 ibu yang menjadi respodennya mengalami sindroma ini.
Penyebab Baby Blues Syndrome
Sindrom baby blues, adalah gangguan emosi ringan
terjadi dalam kurun waktu 2 minggu setelah ibu melahirkan. Ada pula yang
menyebutnya dengan istilah lain seperti maternity blues atau post partum blues.
Sesuai dengan istilahnya – blues – yang
berarti keadaan tertekan, sindroma ini ditandai dengan gejala-gejala gangguan
emosi seperti sering menangis atau mudah bersikap berang. Munculnya berbagai
gejala ini menurut dr. Irawati Sp.Kj dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Salah satunya adalah ketidaksiapan ibu menghadapi kelahiran
bayinya. Ada ibu yang tidak menyadari kalau kelahiran seorang bayi selalu
disertai dengan peningkatan tanggung jawab. “Kesulitan menyusui misalnya, bisa
membuat ibu jadi tertekan,” kata dr. Irawati Sp.Kj lagi. Ibu yang melahirkan
bayi dengan berat badan di bawah normal cenderung 3.64 kali berpeluang lebih
besar mengalami sindrom baby blues dibandingkan
dengan ibu yang melahirkan bayi dengan berat badan normal.
Hal-hal lain yang dapat menjadi faktor
penyebab pemicu timbulnya baby blues syndrome adalah kebingungan saat
mendengar tangisan bayi (dan mengartikannya), rasa nyeri saat memberikan ASI,
ataupun karena terganggunya waktu tidur yang biasanya normal. Penyebab pastinya
juga belum diketahui sampai saat ini.
Beberapa ahli menduga bahwasannya
penyebab baby blues terjadi adalah oleh karena hal-hal sebagai berikut :
- Perubahan Hormonal. Pasca melahirkan terjadi penurunan kadar estrogen dan progesterone yang drastis, dan juga disertai penurunan kadar hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid yang menyebabkan mudah lelah, penurunan mood, dan perasaan tertekan.
- Perubahan Fisik. Hadirnya si kecil dalam keluarga menyebabkan pula perubahan ritme kehidupan sosial dalam keluarga, terutama ibu. Mengasuh si kecil sepanjang siang dan malam sangat menguras energi sang ibu yang mana hal ini akan menyebabkan berkurangnya waktu istirahat, sehingga terjadi penurunan ketahanan dalam menghadapi masalah. Perubahan fisik seperti payudara yang membengkak, rasa sakit di daerah lahir dan di rahim ikut memicu terjadinya baby blues atau Postpartum Distress Syndrome.
- Perubahan Psikis. Kecemasan terhadap berbagai hal, seperti ketidakmampuan dalam mengurus si kecil, ketidak mampuan mengatasi dalam berbagai permasalahan, rasa tidak percaya diri karena perubahan bentuk tubuh dari sebelum hamil serta kurangnya perhatian keluarga terutama suami ikut mempengaruhi terjadinya depresi pasca setelah melahirkan.
- Perubahan Sosial. Perubahan gaya hidup dengan peran sebagai ibu baru butuh adaptasi. Rasa keterikatan yang sangat minim pada si kecil dan rasa dijauhi oleh lingkungan juga berperan dalam penyebab timbulnya depresi.
Sindrom baby
blues juga sangat mungkin terjadi oleh
para ibu yang pernah mengalami trauma melahirkan atau mengalami kejadian yang
sangat menyedihkan selama mengandung. Brooke Shields, misalnya, kehilangan
ayahnya saat sedang mengandung. Ibu yang mengalami depresi saat mengandung,
atau pernah mengalami depresi sebelumnya lebih harus mendapatkan perhatian
khusus karena memiliki peluang besar untuk mengalami sindrom baby blues.
Gejala Baby
Blues Syndrome
Selain dipicu oleh faktor-faktor yang sifatnya kejiwaan,
perubahan hormon di turut mempengaruhi kestabilan emosi. Selama hamil hormon
(estrogen dan progresteron) akan mengalami peningkatan. Hormon-hormon ini akan
menurun tajam dalam tempo 72 jam setelah melahirkan.
Gejala biasanya bervariasi dari derajat ringan hingga berat.
Adapun gejala yang biasanya muncul antara lain:
- Perasaan cemas yang berlebihan, sedih, murung, dan sering menangis.
- Seringkali merasa kelelahan dan sakit kepala.
- Perasaan ketidakmampuan, misalnya dalam mengurus si kecil.
Seringkali
ibu yang pada awalnya mengalami baby blues syndrome kemudian berkembang menjadi
lebih lama dan lebih berat intensitasnya. Apabila gejala yang terjadi telah
mengganggu dalam melaksanakan tugas sehari-hari maka termasuk dalam kategori
depresi pasca melahirkan, biasanya lebih sering terjadi pada wanita dengan
riwayat depresi sebelumnya. Depresi pasca melahirkan disertai dengan
tanda-tanda:
- Kelelahan yang berkepanjangan, susah tidur, dan insomnia.
- Hilangnya perasaan bahagia dan minat untuk melakukan hal-hal yang menyenangkan.
- Tidak memperhatikan diri sendiri dan menarik diri dari keluarga dan teman.
- Tidak memperhatikan atau bahkan perhatian yang berlebihan pada si kecil.
- Perasaan takut telah menyakiti si kecil.
- Tidak tertarik pada seks.
- Perasaan berubah-ubah dengan ekstrim, terganggu proses berpikir dan konsentrasi.
Walau terdengar begitu mencemaskan, para
orang tua baru sebenarnya tak perlu cemas dalam mengalami sindrom baby blues. Singkatnya
kurun waktu dan sifatnya yang temporer membuat baby blues akan akan ‘sembuh’
dengan sendirinya tanpa perlu ditangani dengan terapi hormonal. Pertolongan
yang paling tepat menurut dr. Arju Anita adalah terapi psikologis. Dukungan
moral dari lingkungan sekitarnya juga berperan penting di dalam membantu ibu
dalam mengatasi sindroma ini.
Kewaspadaan harus lebih ditingkatkan ketika gangguan emosi
yang dialami tak kunjung hilang setelah 2 minggu. Kemungkinan terbesar, ibu
mengalami depresi pasca persalinan atau post partum depression (PPD). Layaknya
depresi-depresi lainnya, depresi paska persalinan harus ditangani secara serius
secara psikis oleh psikiater atau psikolog.
Cara Mengatasi Baby Blues Syndrome
Ada beberapa cara yang dapat
dilakukan, antara lain:
- Selalu berdoa kepada Allah agar diberi taufik dan kemudahan dalam menjalankan kewajiban kita sebagai seorang ibu.
- Tanamkan pada diri untuk selalu bersikap ikhlas dan tulus berperan sebagi ibu baru. Ingatlah balasan yang akan kita dapat di akhirat kelak!
- Belajar bersikap tenang dengan mengambil nafas panjang dan fleksibel dalam mengurus si kecil.
- Tidurlah ketika si kecil tidur.
- Komunikasikan rasa cemas yang dialami dengan pasangan, saudara atau teman dekat.
- Luangkan waktu untuk diri sendiri, meski hanya 15 menit untuk melakukan aktivitas yang menyenangkan, seperti mendengarkan murotal, baca buku, atau olah raga ringan.
- Ibu tidak diharapkan menjadi ‘super mama’, jadi berlaku jujurlah pada diri sendiri maupun orang lain sejauh mana kita dapat melakukan sesuai kemampuan dan minta bantuan orang lain.
- Biarkan pasangan atau keluarga membantu dalam urusan rumah tangga dan mengurus si kecil.
- Bergabung dan berbagi cerita dengan ibu-ibu baru.
- Baby blues bukanlah hal yang memalukan, jadi jangan ragu untuk mengkomunikasikan dengan orang terdekat.
Agar baby blues syndrome dapat diminimalisir maka yang
pertama harus dipersiapkan oleh sebuah keluarga yang akan menginginkan seorang
anak adalah kehamilan yang terencana yang didukung oleh kesiapan mental,
financial, dan sosial dari ayah dan ibu. Persiapkan pula pengetahuan dasar
calon ayah dan calon ibu tentang kehamilan, proses melahirkan, sampai dengan
cara merawat si kecil. Setelah si kecil melahirkan, sang ayah bisa menerapkan
pengetahuan dasarnya untuk membantu merawat si kecil, dan paling utama untuk
meminimalisir baby blues syndrome adalah dukungan dari keluarga.
Karena walaupun telah mendapatkan pertolongan yang menyeluruh
dari ahli medis, penanganan post partum depression tidak akan sempurna tanpa
dukungan dari keluarga. Para suami bisa memulai dari hal-hal yang kecil.
Misalnya menanyakan kabar istrinya, atau mencarikan orang yang dapat
membantunya mengurus rumah dan bayi. Dukungan sosial yang positif terbukti
dapat membantu ibu melepaskan diri dari jerat depresi pasca persalinan. Untuk
urusan yang satu ini barangkali kita perlu belajar pada orang Jawa yang mengenal
tradisi ‘memanjakan’ ibu yang baru melahirkan selama 40 hari setelah
persalinan. Dan sebaiknya diskusikan juga tentang pembagian kerja anata ibu dan
ayah pada saat kehamilan hingga si kecil dilahirkan sehingga ibu mempunyai
waktu yang cukup untuk beristirahat. Jika diperlukan pertimbangkan pula untuk
mempunyai asisten dalam membantu mengurus rumah tangga.
Sumber-sumber :
http://hamizann.blogspot.co.id/2015/01/Penyebab-Tanda-Cara-Mengatasi-Baby-Blues.html