Rabu, 06 April 2016

Apa itu Sindrom Baby Blues?




“Perasaan sedih cemas panik perubahan emosi mudah marah yang dialami ibu setelah melahirkan”. Keadaan semacam ini dalam dunia kesehatan disebut dengan istilah Baby Blues Syndrome atau stress pasca persalinan orang umum mengenal akan istilah ini.
Banyak juga dikalangan kita atau pun dunia kesehatan menilai bahwasannya hormon yang menyebabkan ibu mengalami baby blues syndrome. Pada saat kehamilan berlangsung maka ibu hamil akan banyak mengalami perubahan besar baik fisik maupun non fisik termasuk di dalamnya perubahan hormon. Begitu juga pasca melahirkan, perubahan tubuh dan hormon kembali terjadi lagi.
Perubahan-perubahan pada ibu hamil dan setelah proses persalinan bisa mempengaruhi akan hal ini. Penurunan secara drastis kadar hormon estrogen dan progesteron serta hormon lainnya yang di produksi oleh kelenjar tiroid akan menyebabkan ibu sering mengalami rasa lelah, depresi dan penurunan mood.
Beberapa selebriti Internasional seperti Sadie Frost, Elle McPherson, dan Kate Winslet mengaku mengalami sindrom baby blues. Berabad sebelumnya, kondisi serupa juga dialami para ibu pada masa kehidupan Hippocrates, di abad ke 5 SM. Catatan medis yang ditulis Bapak Ilmu Kedokteran ini menyebutkan secara detail tentang depresi ringan yang dialami oleh ibu yang baru melahirkan. Depresi ringan inilah yang belakangan lebih popular dengan istilah sindrom baby blues.
Sayangnya walau sudah dicatat dalam jurnal medis Hippocrates, sindrom baby blues ini tak terlalu dianggap penting. Kalaupun banyak yang mengalaminya, sering hanya dianggap sebagai efek samping dari keletihan setelah melahirkan. Padahal data penelitian di berbagai belahan dunia secara tegas menunjukkan 2/3 atau sekitar 50-75% wanita mengalami sindrom baby blues. Besarnya angka ini menurut Dr. dr. Irawati Ismail Sp.Kj, MEpid, dari Bagian Psikiatri FKUI, menunjukkan bahwa sindrom baby blues adalah gangguan yang sering terjadi. “Sayangnya jarang dirujuk ke ahli kejiwaan,” katanya menekankan.
Khusus di Indonesia, kurangnya perhatian terhadap masalah sindrom baby blues ini semakin diperparah oleh anggapan awam yang keliru. Tidak sedikit orang yang menganggap sindrom baby blues hanya dialami orang wanita-wanita di luar Indonesia. Kemudahan menyewa jasa pengasuh anak serta masih kentalnya tradisi membantu kerabat yang baru melahirkan, semakin memperkuat keyakinan kalau wanita Indonesia ‘kebal’ terhadap sindrom baby blues. Padahal hasil penelitian yang dilakukan di Jakarta oleh dr. Irawati Sp.Kj menunjukkan 25% dari 580 ibu yang menjadi respodennya mengalami sindroma ini.

Penyebab Baby Blues Syndrome

Sindrom baby blues, adalah gangguan emosi ringan terjadi dalam kurun waktu 2 minggu setelah ibu melahirkan. Ada pula yang menyebutnya dengan istilah lain seperti maternity blues atau post partum blues. Sesuai dengan istilahnya – blues – yang berarti keadaan tertekan, sindroma ini ditandai dengan gejala-gejala gangguan emosi seperti sering menangis atau mudah bersikap berang. Munculnya berbagai gejala ini menurut dr. Irawati Sp.Kj dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Salah satunya adalah ketidaksiapan ibu menghadapi kelahiran bayinya. Ada ibu yang tidak menyadari kalau kelahiran seorang bayi selalu disertai dengan peningkatan tanggung jawab. “Kesulitan menyusui misalnya, bisa membuat ibu jadi tertekan,” kata dr. Irawati Sp.Kj lagi. Ibu yang melahirkan bayi dengan berat badan di bawah normal cenderung 3.64 kali berpeluang lebih besar mengalami sindrom baby blues dibandingkan dengan ibu yang melahirkan bayi dengan berat badan normal.
Hal-hal lain yang dapat menjadi faktor penyebab pemicu timbulnya baby blues syndrome adalah kebingungan saat mendengar tangisan bayi (dan mengartikannya), rasa nyeri saat memberikan ASI, ataupun karena terganggunya waktu tidur yang biasanya normal. Penyebab pastinya juga belum diketahui sampai saat ini.
Beberapa ahli menduga bahwasannya penyebab baby blues terjadi adalah oleh karena hal-hal sebagai berikut :
  1. Perubahan Hormonal. Pasca melahirkan terjadi penurunan kadar estrogen dan progesterone yang drastis, dan juga disertai penurunan kadar hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid yang menyebabkan mudah lelah, penurunan mood, dan perasaan tertekan.
  2. Perubahan Fisik. Hadirnya si kecil dalam keluarga menyebabkan pula perubahan ritme kehidupan sosial dalam keluarga, terutama ibu. Mengasuh si kecil sepanjang siang dan malam sangat menguras energi sang ibu yang mana hal ini akan menyebabkan berkurangnya waktu istirahat, sehingga terjadi penurunan ketahanan dalam menghadapi masalah. Perubahan fisik seperti payudara yang membengkak, rasa sakit di daerah lahir dan di rahim ikut memicu terjadinya baby blues atau Postpartum Distress Syndrome.
  3. Perubahan Psikis. Kecemasan terhadap berbagai hal, seperti ketidakmampuan dalam mengurus si kecil, ketidak mampuan mengatasi dalam berbagai permasalahan, rasa tidak percaya diri karena perubahan bentuk tubuh dari sebelum hamil serta kurangnya perhatian keluarga terutama suami ikut mempengaruhi terjadinya depresi pasca setelah melahirkan.
  4. Perubahan Sosial. Perubahan gaya hidup dengan peran sebagai ibu baru butuh adaptasi. Rasa keterikatan yang sangat minim pada si kecil dan rasa dijauhi oleh lingkungan juga berperan dalam penyebab timbulnya depresi.
Sindrom baby blues juga sangat mungkin terjadi oleh para ibu yang pernah mengalami trauma melahirkan atau mengalami kejadian yang sangat menyedihkan selama mengandung. Brooke Shields, misalnya, kehilangan ayahnya saat sedang mengandung. Ibu yang mengalami depresi saat mengandung, atau pernah mengalami depresi sebelumnya lebih harus mendapatkan perhatian khusus karena memiliki peluang besar untuk mengalami sindrom baby blues.

Gejala Baby Blues Syndrome


Selain dipicu oleh faktor-faktor yang sifatnya kejiwaan, perubahan hormon di turut mempengaruhi kestabilan emosi. Selama hamil hormon (estrogen dan progresteron) akan mengalami peningkatan. Hormon-hormon ini akan menurun tajam dalam tempo 72 jam setelah melahirkan.
Gejala biasanya bervariasi dari derajat ringan hingga berat. Adapun gejala yang biasanya muncul antara lain:
  1. Perasaan cemas yang berlebihan, sedih, murung, dan sering menangis.
  2. Seringkali merasa kelelahan dan sakit kepala.
  3. Perasaan ketidakmampuan, misalnya dalam mengurus si kecil.
Seringkali  ibu yang pada awalnya mengalami baby blues syndrome kemudian berkembang menjadi lebih lama dan lebih berat intensitasnya. Apabila gejala yang terjadi telah mengganggu dalam melaksanakan tugas sehari-hari maka termasuk dalam kategori depresi pasca melahirkan, biasanya lebih sering terjadi pada wanita dengan riwayat depresi sebelumnya. Depresi pasca melahirkan disertai dengan tanda-tanda:
  1. Kelelahan yang berkepanjangan, susah tidur, dan insomnia.
  2. Hilangnya perasaan bahagia dan minat untuk melakukan hal-hal yang menyenangkan.
  3. Tidak memperhatikan diri sendiri dan menarik diri dari keluarga dan teman.
  4. Tidak memperhatikan atau bahkan perhatian yang berlebihan pada si kecil.
  5. Perasaan takut telah menyakiti si kecil.
  6. Tidak tertarik pada seks.
  7. Perasaan berubah-ubah dengan ekstrim, terganggu proses berpikir dan konsentrasi.
Walau terdengar begitu mencemaskan, para orang tua baru sebenarnya tak perlu cemas dalam mengalami sindrom baby blues. Singkatnya kurun waktu dan sifatnya yang temporer membuat baby blues akan akan ‘sembuh’ dengan sendirinya tanpa perlu ditangani dengan terapi hormonal. Pertolongan yang paling tepat menurut dr. Arju Anita adalah terapi psikologis. Dukungan moral dari lingkungan sekitarnya juga berperan penting di dalam membantu ibu dalam mengatasi sindroma ini.
Kewaspadaan harus lebih ditingkatkan ketika gangguan emosi yang dialami tak kunjung hilang setelah 2 minggu. Kemungkinan terbesar, ibu mengalami depresi pasca persalinan atau post partum depression (PPD). Layaknya depresi-depresi lainnya, depresi paska persalinan harus ditangani secara serius secara psikis oleh psikiater atau psikolog.

Cara Mengatasi Baby Blues Syndrome

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan, antara lain:
  1. Selalu berdoa kepada Allah agar diberi taufik dan kemudahan dalam menjalankan kewajiban kita sebagai seorang ibu.
  2. Tanamkan pada diri untuk selalu bersikap ikhlas dan tulus berperan sebagi ibu baru. Ingatlah balasan yang akan kita dapat di akhirat kelak!
  3. Belajar bersikap tenang dengan mengambil nafas panjang dan fleksibel dalam mengurus si kecil.
  4. Tidurlah ketika si kecil tidur.
  5. Komunikasikan rasa cemas yang dialami dengan pasangan, saudara atau teman dekat.
  6. Luangkan waktu untuk diri sendiri, meski hanya 15 menit untuk melakukan aktivitas yang menyenangkan, seperti mendengarkan murotal, baca buku, atau olah raga ringan.
  7. Ibu tidak diharapkan menjadi ‘super mama’, jadi berlaku jujurlah pada diri sendiri maupun orang lain sejauh mana kita dapat melakukan sesuai kemampuan dan minta bantuan orang lain.
  8. Biarkan pasangan atau keluarga membantu dalam urusan rumah tangga dan mengurus si kecil.
  9. Bergabung dan berbagi cerita dengan ibu-ibu baru.
  10. Baby blues bukanlah hal yang memalukan, jadi jangan ragu untuk mengkomunikasikan dengan orang terdekat.



Agar baby blues syndrome dapat diminimalisir maka yang pertama harus dipersiapkan oleh sebuah keluarga yang akan menginginkan seorang anak adalah kehamilan yang terencana yang didukung oleh kesiapan mental, financial, dan sosial dari ayah dan ibu. Persiapkan pula pengetahuan dasar calon ayah dan calon ibu tentang kehamilan, proses melahirkan, sampai dengan cara merawat si kecil. Setelah si kecil melahirkan, sang ayah bisa menerapkan pengetahuan dasarnya untuk membantu merawat si kecil, dan paling utama untuk meminimalisir baby blues syndrome adalah dukungan dari keluarga.
Karena walaupun telah mendapatkan pertolongan yang menyeluruh dari ahli medis, penanganan post partum depression tidak akan sempurna tanpa dukungan dari keluarga. Para suami bisa memulai dari hal-hal yang kecil. Misalnya menanyakan kabar istrinya, atau mencarikan orang yang dapat membantunya mengurus rumah dan bayi. Dukungan sosial yang positif terbukti dapat membantu ibu melepaskan diri dari jerat depresi pasca persalinan. Untuk urusan yang satu ini barangkali kita perlu belajar pada orang Jawa yang mengenal tradisi ‘memanjakan’ ibu yang baru melahirkan selama 40 hari setelah persalinan. Dan sebaiknya diskusikan juga tentang pembagian kerja anata ibu dan ayah pada saat kehamilan hingga si kecil dilahirkan sehingga ibu mempunyai waktu yang cukup untuk beristirahat. Jika diperlukan pertimbangkan pula untuk mempunyai asisten dalam membantu mengurus rumah tangga.


Sumber-sumber :
http://hamizann.blogspot.co.id/2015/01/Penyebab-Tanda-Cara-Mengatasi-Baby-Blues.html